Dari bumi Sunda, terkenal sebuah acara yang dinamakan ngabuburit. Apa itu ngabuburit? Dirunut dari asal bahasanya, ngabuburit berasal dari kata burit. Artinya adalah sore hari menjelang Maghrib. Nah, dengan penambahan imbuhan, kata itu kemudian menjadi berarti menunggu pada sore hari. Demikianlah asal kata ngebuburit. Penggunaan ini menjadi menyempit dan lebih akrab dipakai untuk kegiatan menunggu waktu berbuka puasa. Jadilah, ngabuburit dikenal oleh masyarakat Indonesia secara luas sebagai kegiatan menunggu berbuka puasa.
Bolehkah ngabuburit?
Secara asal, ngabuburit hukumnya boleh karena tidak ada dalil yang melarangnya. Masalahnya sekarang, ngabuburit itu digunakan untuk apa. Ngabuburit ini bisa jadi bernilai pahala apabila diniatkan untuk menyegarkan berbuka (ta’jil) sambil melakukan amalan ketaatan. Sebaliknya, ngabuburit bisa menjadi makruh atau haram jika yang mengiringi ngabuburit itu perkara yang makruh atau haram.
Secara asal, ngabuburit hukumnya boleh karena tidak ada dalil yang melarangnya. Masalahnya sekarang, ngabuburit itu digunakan untuk apa. Ngabuburit ini bisa jadi bernilai pahala apabila diniatkan untuk menyegarkan berbuka (ta’jil) sambil melakukan amalan ketaatan. Sebaliknya, ngabuburit bisa menjadi makruh atau haram jika yang mengiringi ngabuburit itu perkara yang makruh atau haram.
Rasulullah SAW, pernah menyabdakan tentang disunnahkannya menyegarkan berbuka yang artinya, “Manusia senantiasa berada di atas kebaikan selama mereka menyegarkan berbuka.” [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Apalagi, jika menyegarkan berbuka ini dibarengi dengan sedekah, memberikan makanan untuk berbuka bagi yang berpuasa.
“Siapa yang memberikan makanan berbuka puasa, dia mendapatkan pahala semisal orang berpuasa tersebut. Namun hal ini tidak mengurangi pahala orang berpuasa itu sedikitpun.” [H.R. At-Tirmidzi disahihkan oleh Syaikh Al-Albani r.a]
Alih-alih melaksanakan sunnah Nabi SAW ini, justru banyak dari kaum muslimin menghabiskan waktu-waktu yang berharga ini pada suatu yang jauh dari nilai islam. Bahkan, kontradiktif dengan nilai islam. Bukankah puasa adalah sebuah ibadah untuk mengamalkan semua adab islam, menuju insan bertaqwa?
Pembaca yang semoga dirahmati Allah SWT,
Allah SWT telah melarang kita untuk mengumbar pandangan dengan berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaknya mereka menahan pandangan, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaknya mereka menahan pandangan, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya (yakni pakaian muslimnya).” [Q.S. An-Nur:30-31]
Allah SWT telah melarang kita untuk mengumbar pandangan dengan berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaknya mereka menahan pandangan, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaknya mereka menahan pandangan, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya (yakni pakaian muslimnya).” [Q.S. An-Nur:30-31]
Allah SWT juga telah melarang kita untuk menyebarkan aib kaum muslimin, baik itu dinamakan gosip, ngrumpi, infotainment, atau lainnya. Semuanya masuk dalam firman Allah SWT yang artinya,”Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi (menyebutkan aib) sebagian yang lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati, sehingga kalian tidak menyukainya?”[Q.S Al-Hujrat:12]
Nah, demikianlah pembaca, realita yang ada disekitar kita. Banyak masalah yang sebenarnya merupakan hal yang bisa menjadi ladang pahala, namun karena kurangnya ilmu syar’i yang kita miliki, bukannya pahala kita raih justru pahala menjadi hilang dari puasa kita. Allahu musta’an wallahu a’lam bish shawab.